Jumat, 17 September 2021

Casual

Have you ever been in a relationship when you don't need to tell the world that you love him/her?
Where you both need and respect each other,
Doesn't sweat small things,
Doesn't drain your energy because both of you really work for it?

The love is simple, not too much.
It doesn't make your brain and heart burst out by too much amount of lovey-dovey expectation.
Sounds plain and dull, I know.
But perhaps this is what we need in this very devastating moment.
And maybe, as we grow older.
Less drama the better, they said.

Yes, the spark is there. But in a very normal amount.
Are we looking for something easy?
You just gotta look at them and find the answer.
The thing is, you know you really love him/her.

This relationship, it's very casual.
And surprisingly, comfortable.
And I hope, worth fighting for.

Kamis, 30 April 2020

Nanti ya, setelah tanggal 9!

Februari, 2020.
Deadline numpuk, ajakan main dari temen-temen juga numpuk.
Balik jam 3 pagi, jam 8 udah ngantor lagi, hari Sabtu masih harus masuk.
Kapan tidurnya?

Dari awal kerja, sok misterius ngga ngabarin orang-orang kalo pindah. Nunggu ditanya aja, dan seringkali itu terjadi di saat IG story lagi di JPO terupdate di akunku. Bikin janji sama temen-temen, yang ada harus di cancel h-berapa jam karena suka dadakan harus lembur. Padahal bikin janjinya juga udah di hari yang aman, Jumat atau Sabtu. Akhirnya berpasrah diri, ngitung deadline berderet yang baru bener-bener beres di tanggal 9 Maret. "Nanti ya, setelah tanggal 9!", jawabku tiap ada pertanyaan ngotot "Kapan meet up nih?!"

Februari bener-bener ngga bisa nafas, tapi siapa sangka aku yang pelor begini bisa juga ngelakuin aktivitas sepadat itu. 9 Maret kelar tuh urusan. Oke. "Mau reschedule jadwal ketemu sama temen-temen ah!"

But then COVID-19 happen.

Terhitung awal Maret, "pasien pertama" teridentifikasi di Indonesia. Warga terpantau masih santai. Atau haruskah kita sebut lengah?
Perkantoran, perdagangan, dan sekolah masih beraktivitas seperti biasa. Angkutan umum masih penuh. Rute berangkat dan pulang kantor masih ditempuh dengan waktu normal. Dengan macet yang sama. Ngantuk yang sama. Peluh yang sama. Hal yang kita ga tau dan ga sadar adalah, virus ini diam-diam menyebar di antara kita.

13 Maret. Masih sempat ambil penerbangan untuk pulang ke S Town. Rasa panik di hati udah muncul. Tissue dan hand sanitizer ditaruh di kompartemen yang paling mudah dijangkau. Maklum, anaknya ngga bisa banget kalo ga absen ke toilet di tempat manapun yang dikunjungi. Syukur, masih disempatkan untuk jenguk keluarga.

Siapa yang nyangka hal yang akan terjadi selanjutnya? Terprediksi sih mungkin, tapi, di era globalisasi atau yang kita kenal udah borderless ini, kebayang ga bakal gimana rasanya harus ngejalanin ini semua? Gimana dampaknya untuk kita / masyarakat luas?

Kebijakan dari pemerintah sebagai langkah pencegahan penyebaran COVID-19 pun satu persatu muncul. Pembatasan keluar / masuk orang asing ke Indonesia, social / physical distancing dan segala peraturan turunannya, stimulus ekonomi, dan lain sebagainya.

Dari situ, kegiatan-kegiatan masyarakat mulai dibatasi dan dilaksanakan dirumah. Peraturan yang paling kita kenal, ya PSBB. Penyelenggaraan PSBB ini dilaksanakan di tingkat daerah. Tiap daerah istilahnya bisa berbeda satu sama lain, namun penerapannya serupa. Intinya, yang kita rasain sebagai warga adalah pergerakan kita jadi terbatas sekali. Mau keluar rumah pun udah panik, khawatir dan gelisah duluan. Terutama kita yang mengandalkan transportasi umum.

Say goodbye deh buat postponed meeting sama temen-temen. Satuan waktu "setelah corona" pun muncul, yang kita juga ga tau itu kapan. Pertemuan berubah jadi janji video call. Rasanya aku ingin nyampein pesan buat diriku sendiri dari bulan Januari lalu: "Tidur bisa nanti, banyakin ketemu sama temen yang udah lama ga ketemu. Jangan batalin janji. Live your life to the fullest and enjoy it, because it's your own freaking lifeDo not take things for granted."

Do not take things for granted.
Terdengar mudah, tapi masih berkali-kali gagal mengimplementasikan dan berakhir nyesel di penghujung hari. Contohnya: hunting foto, jalan-jalan ke mall, beli jajanan pake plastik, nongkrong, tos (karena tos adalah budaya anak tongkrongan), cipika-cipiki, dan peluk orang tersayang jadi hal yang kita kangenin banget karena ga bisa dilakuin di masa-masa sekarang. Hal yang kita anggap remeh dan bisa ditunda, justru melunjak nilainya di mata kita sekarang.

Kemarin, kalau ada waktu dua hari untuk istirahat dalam seminggu, aku gunain kedua hari itu buat tidur dan ngelakuin aktivitas ringan dirumah. Belajar dari keadaan yang kita lalui bersama ini, besok ngga akan gini ceritanya. Untuk teman-teman dan kerabatku yang belum sempat kutemui, percaya deh. I'm looking forward to see u guys.

Untuk yang bisa work from home, jangan lupa bersyukur. Kalau bisa jadi produktif dan kesampean ngelakuin hal-hal yang tertunda, aku kasih jempol. Achievement doesn't have to be something big and seen. Beresin perasaan dan ngehubungin kerabat yang udah lama ga bersua juga sebuah achievement loh. Jangan menghakimi dan menghukum diri sendiri kalau belum bisa mencapai sesuatu selama pandemi ini. Istirahat aja yang cukup dan makan yang sehat. Aku juga nargetin banyak hal untuk dicapai selama pandemi ini karena jadi punya banyak waktu luang, but screw target.

Sebenernya kita saling menyadari kok, di masa-masa seperti ini tuh rentan stres. Pengennya produktif. "Biar ga buang-buang waktu", kata orang-orang yang penuh ambisi ini. Kalau keadaan berkata lain, bisa lakuin hal-hal yang bikin seneng, atau tidur-tiduran sambil nonton drama favorit juga ga ada salah nya. Aku pun ga bisa berdiam diri dirumah. Kemarin sebelum puasa selama ga shifting kantor, rajin banget 7-minutes workout (dikali 3) dirumah dan lari setiap minggu. Kenapa lari? Karena biar bisa keluar rumah. Bisa liat langit cerah pun udah cukup jadi moodbooster di masa-masa seperti ini. Yah, moodbooster orang bisa beda-beda. In my case, excercise and take a shower are on my top list.

Sekian saudara-saudara, sehat dan bahagia selalu ya!
Remember,
Do not take things for granted.*

*I mentioned it 3 times, it's very important.

Sabtu, 04 Januari 2020

2019

Back at it again.
God read my "2018" post be like: "HAHA TIDAK SEMUDAH ITU FERGUSSO". Sungguh, the struggle is real.

Ngomongin 2019 ini cukup dengan satu kalimat sih: terjebak dalam comfort zone. Awalnya gak gitu geng, penuh ambisi. Ya gimana ya idealisme mahasiswa yang baru lulus. Pengen cepet dapet kerja, kemudian nabung buat bikin usaha, terus kejar scholarship, etc etc pokoknya mikirin kesuksesan duniawi diri sendiri deh. Urusan lain belakangan. Namun kenyataannya hahahahaha aja aku mah.

Awal tahun udah kabur ke Jakarta untuk tes kerja di beberapa tempat, sekalian nemenin Uta pulang eh tida ada yang lolos. Lalu pulang karena udah janji mau bantu kakak masak di bazar, eh siapa yang nyangka itu malah jadi kerjaan penyambung hidup. Hidupku selalu penuh surprise, even I always--like always, answer every psychological test that I would prefer organized things than the impromptu things.

Setelah itu aku masih semangat mengejar life goals aku dong dengan segala energi postif yang ku bawa dari 2018. Entah di titik mana pikiran positifku ini hilang, aku patah semangat, and I chose to hide. Circumstances and society just drained my ideology. I became bitter. Kena juga akhirnya sama insecurity yang setiap hari selama beberapa waktu isinya mau nangis aja. Ngerasa hidup ga ada pencapaian. Ngerasa hidup ngerepotin orang tua aja. Minder sama semua orang. Males banget ketemu orang. Bangun-bangun deg-degan a.k.a nyawa nya kaya balik ke tubuh dengan cara dibanting. Ga bisa ngapa-ngapain and I'm bad at expressing feeling.

Kemudian satu hari ada kerabat yang ngingetin, "Kalo udah keenakan di posisi yang apa adanya aja tuh lupa waktu, lupa umur, lupa apa yang harus dicapai". Tadaa, masih belum ada yang berubah sih di hidupku semenjak itu.

Lalu mari kita skip aja! Kalau disimpulkan lagi dari betapa (ku kira) ampas nya hidupku tahun ini, tetep banyak kok yang bisa dipelajari dan disyukuri.

1. Orang tua sayang sama kita ga pake pamrih
Orangtua ga pernah ngerasa direpotin sama anaknya. Orangtua ga nuntut atas apa yang udah mereka kasih dan kita gak harus ngasih imbalannya. Mereka ga merasa itu hutang. They simply want the best for their kids.
At least that's what my mom told me saat aku berkali-kali bilang gamau ngerepotin tapi ujung-ujungnya ya tetep ngerepotin. Namanya juga anak. Terimakasih ib. Jannah is for you and dad.

2. Timeline hidup orang beda-beda
Semua warga media sosial lagi belajar untuk memahami ini (entah untuk personal excuse atau emang lagi nyoba nrimo). Ini berlaku juga untuk waktu kesuksesan. Termasuk definisi sukses itu sendiri juga ga bisa sama.
Ai insecure segala macem, lupa aja kalau tahun ini baru berumur 23. Living in a competitive environment is hard but also super grateful because I feel that I need to aim higher and I HAVE to pursue my dream. Even when my life progress is very slow

3. Enjoy things while it last
Shoutout to the easy peasy slow paced world.
Kalo udah kerja dan punya kesibukan, kapanlagi bisa main-main keluar kota di hari kerja, pengen makan, pengen nonton, pengen belanja tinggal jalan, kangen sama pacar tinggal ketemu, diajak meet up sama temen yang tau-tau dateng tinggal let's go, mau olahraga apapun kapanpun tinggal gas. Sebetulnya juga aku ga se bebas itu, namun karena jadwal yang lebih fleksibel ya tentu lebih banyak waktu yang bisa digunain untuk sosialisasi dan entertainment. Waktu luang, adalah hal yang harus disyukuri.

4. Cobain banyak kesempatan
Banyak mau tapi dana terbatas. Yaudah tahun lalu jadi belajar bikin beads bag, termasuk belajar baca pattern nya di buku. Oh ya betul, tidak selama nya aku mengarang bentuk. Pola dasar tetap ada guyz. Kemudian NTV & Beadsneed dapet kesempatan nemenin koleksi beberapa designer di Semarang dan ikutan bazar lagi! Seru. Selalu seneng untuk nyiapin barang-barang di acara-acara kaya gini. Kemudian lagi, jadi sempet ikutan kursus yang menghantarkanku pada pekerjaanku sekarang ini. Such a good last-minute decision.

5. Be careful what you wish for
Kalau doa harus lengkap ya. Beberapa doa dikabulkan dengan ditiadakannya kesempatan lain yang memang luput dari doa kita. But still, count your blessings, not your problem.
Kadang asal ngomong atau sekelebat kepikiran di otak juga bisa jadi doa. Jadi bener-bener deh mending jaga hati pikiran dan terutama mulut, karena rahang-rahang ini suka terlalu enteng dalam berucap.
Desember ini super terharu karena baru aja coba nyeimbangin kehidupan dunia akhirat, eh doa nya di dengar. God's timing is the best. Semuanya bener-bener pas banget walaupun sedih di awal harus jauh sama Uta dan warga R8. FYI My sister just gave birth on November. Never in my life I put my heart this much to a baby. Sedih, but life must go on dan memang jalan ini yang aku pilih. Kemudian bersyukur banget Uta ga ribet, mendukung, dan selama hari-hari kerja ini dia selalu nemenin persiapan. Doa baik untuk kamu dan kita ta!
Dalam kebingunganku di tahun ini akan profesi apa yang harus kukejar, sempet random ngomong "Ah aku mau jadi penulis aja". Wish granted. Now I write...law journals....I'm-

6. Ngejar duniawi aja ga akan ada ujungnya
Jadi mari sekali lagi kuingatkan, BALANCE OUR LIFE.

Lagu untuk menyimpulkan tahun 2019? Definitely 10/10 nya Rex Orange County dan I'm not a girl Not yet a Woman nya Britney Spears tapi lebih ngena versi nya Sondre Lerche, Sara & Sean Watkins, Dominique Arciero.

Mari berdoa bahwa tahun ini kita semua sehat bahagia berlimpah harta dan tetap rendah hati.
Adios!

Senin, 16 September 2019

Witching Hour (II)

I recently has no chill at all for anything happened to my life.
I keep blaming myself, feels not enough, a lot of regrets popping out of my head, all of this menacing feelings I couldn't control.
Later did I know, I rely on human too much.
I put my happiness on people, I put expectation based on things I've done and wishing the universe will do the same but it's just not how it works.
I thought I knew how to handle it all but it's just another glimpse of life lesson.
Still way more to go.
Get your seat belt on.

Selasa, 23 Juli 2019

To Our Meaningless Fatigue

There will come a day where we think this world and everything inside doesn't deserve our kindness, our humanity.
Because some human never really know what humanity means
They don't wanna know
They don't even care
They spread mockery, hatred, all negativity you could mention
Why don't we screw them all since they don't even bother to screw us?

Or when our universe seems so peaceful in the beginning
Fine, quiet
Too quiet until we don't see any progress in our life
Stuck in a phase, not knowing what to do
Oh, what an agonizing truth.

But all of this fatigue
Doesn't give us excuse to give up on living in this world, on human, on faith
No, we are not trapped in this mundane life
It's a blessing, never a curse
So worry less
And the world will show you good things.

Senin, 15 Juli 2019

Teruntuk Kita, yang Terlalu peduli

Banyak orang yang butuh pertolongan di muka bumi ini
Kalau ga ada di lingkungan terdekat kita, bisa tengok sedikit lebih jauh
Melelahkan ya, kadang? Memikirkan hidup, memikirkan nasib orang yang berbeda-beda
Beberapa kali sampai jadi beban pikiran di malam hari,
Tentang gimana orang lain bisa bertahan hidup
Dengan keadaan yang gak seberuntung kita
Dengan rutinitas yang lebih melelahkan
Dengan pencapaian yang dianggap orang-orang diluar sana gak seberapa

Tapi ketahuilah,
Bukan tanggung jawab kita untuk membantu semua orang yang kesusahan

Dibalik itu semua, siapa yang tau kalau ternyata itu bahagianya mereka?
"Semua udah ada porsinya masing-masing", katanya.
Doakan aja, dan tetap jadi orang baik dimanapun kita berada.

Sabtu, 22 Desember 2018

2018

Panjang nih.

Selamaaat untuk semuanya yang masih bertahan sampai tahun ini menuju akhirnya, dan terimakasih untuk tetap berusaha, ga peduli sebaik atau seburuk apapun tahun ini untuk kita semua!

2018 sendiri menganugerahkanku dengan hari-hari yang sangat menyenangkan di awal tahun, sedikit kejutan di bulan Maret, bencana di bulan Mei dan Juni, berkah dengan kerikil-kerikil di sepanjang jalan di bulan Juli dan sisa bulan setelahnya, dan juga keajaiban di bulan September.

Banyak banget pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman di tahun ini. Dan mungkin ada beberapa yang ngalamin hal-hal yang sama, but I'm sharing it anyway.

1. Menjadi pribadi yang percaya diri itu menyenangkan

Ada tweet orang yang intinya isinya gini: kita terlihat menarik saat kita sedang bahagia, bukan sebaliknya.
Betul se betul-betulnya. Saat kita nyaman sama diri sendiri, tau kemampuan diri, tau apa yang kita mau, gak mencoba bersikap seperti orang lain, orang akan lebih seneng ada di sekitar kita dan kita akan jadi orang yang lebih menyenangkan untuk dikenal. Orang bahagia cenderung lebih percaya diri, betul? Untuk pribadi-pribadi yang murung, mungkin saatnya kita membuka diri lagi.

Untuk yang kenal aku mungkin tau aku tidak se-percaya diri itu. Tapi di tahun ini aku baru sadar kalau kita senang, apa adanya, bisa mengendalikan pikiran yang baik, bersosialisasi jadi lebih menyenangkan. Hikmahnya, tahun ini aku akhirnya nemuin teman-teman yang satu frekuensi, yang tau pikiran aku larinya kemana, yang kritik, saran, dan kegiatan tukar menukar ide bisa masuk di otak, dan yang baiiikk banget. Ohya, hikmah lainnya ya ketemu Uta hehe. Selain itu juga memperbaiki pertemanan sama temen-temen lama yang kepisah karena kesibukan masing-masing. Intinya, we should not pretending.

2. Menjadi pribadi yang bodoamat itu juga menyenangkan

I know overthinking kills, jadi lebih baik kita memutuskan untuk mengesampingkan pikiran "what-if" dan perkara hati karena ini seringkali bikin rumit. Kalau ada yang komentar atau ada yang bilang hal-hal buruk tentang kamu, gak perlu dimasukin hati. Sesekali sikap bodoamat atau gak peduli ini penting, untuk kesehatan jiwa kita sendiri. Kalau kita mau pasti bisa kok, ga susah.

Di tahun ini sikap gak peduli ku ini mendadak tinggi banget, efeknya mungkin orang-orang jadi gemes kenapa ini orang di apa-apain tidak bergeming, tapi di sisi lain mungkin aku harus minta maaf untuk yang kena imbas negatifnya. Beberapa waktu lalu juga masih kelepasan emosi sendiri karena lupa untuk bersikap bodoamat. Tapi yaudah, kita coba seimbangkan lagi tahun depan.

3. Selalu ada hal positif dibalik apapun

Mau pengalaman baik atau buruk, pasti ada hal positif yang bisa diambil. Mau se sakit hati apapun, percaya deh gak lama kemudian akan diganti sama hal-hal yang lebih baik kalau kita ikhlas, gak overthinking, dan gak lupa untuk memaafkan orang lain dan yang terutama, diri sendiri. Oh iya, menyiapkan hati untuk kemungkinan terburuk juga penting, karena kita ga pernah tau apa yang akan terjadi nantinya. Tapi yang penting, kita percaya kalau hal positif itu selalu ada. Bersyukur dari hal-hal yang paling kecil. Ngeluh nya di kesampingin aja karena justru bikin boros energi.

Maybe this is a part of growing up. Sebagai contoh, aku tahun ini dikasih pelajaran yang bisa kujadikan standar dalam menjalani hidup kedepannya. Tidak kubiarkan masalah kali ini berlarut-larut seperti yang sudah-sudah. Aku percaya kalau aku ikhlas, nantinya akan jadi baik buatku sendiri. Fokus sama kesibukan sendiri seperti dengerin lagu sampe pusing, ketemu temen-temen dan orang baru, berkarya, iseng-iseng berhadiah cari kerjaan sampingan lain. Tau ga? Tiba-tiba aja NTV tahun ini berkembang banget (walaupun setelah itu semenjak ngebut skripsi dan kerja part-time malah jadi dianggurin), banyak tawaran bazaar, tiba-tiba ditawarin buat display barang di toko, dan tau-tau dapet kerjaan yang menyenangkan! Sempet takut pikiran dan kesibukan ini akan menghambat kelulusanku, eh ternyata juga engga. Mungkin kalo ngga ada kejadian ini, aku ga akan mendorong diri sejauh ini untuk jadi produktif dan cara aku melihat keadaan ga akan berkembang, ga akan berpikir positif. Masih banyak hal yang harus aku syukurin di tahun ini yang ga bisa disebutin satu-satu walaupun harus ngalamin hal-hal yang agak pahit dulu. I'm beyond blesseddd.

4. Forgive yourself

Kadang kita menyalahkan diri sendiri atas kejadian buruk yang menimpa baik diri kita sendiri maupun orang-orang terdekat kita. Saranku, jangan. Untuk introspeksi kedepannya boleh, tapi kalau cuma untuk sedih yang berlarut-larut, ga perlu deh. Lebih baik berdamai sama diri sendiri, janji sama diri sendiri untuk jadi lebih baik.

"Sometimes I tolerate people too much, I forgot my own rights."
Pernah update status begitu di twitter, dan kata-kata itu aku inget terus. Gamau dong kita yang diem diem aja aman tentram tapi diinjak-injak, akhirnya sadar kalau bersuara sedikit itu hak kita juga. Sampai pada suatu masa kata-kata itu berubah jadi "I know my rights too much, I forgot other people's right" daan ya keadaan terbalik lagi. Sebelum kita kena penyakit hati yang lebih buruk, maafin diri sendiri dulu.

5. Miracle does exist.

Untuk kita semua yang sedang berjuang, jangan lelah ya. Kalau kita yakin akan sesuatu, pasti akan ada jalan. Keberuntungan atau keajaiban inipun akan ngikutin kamu, entah darimana datengnya. Jangan lupa bersikap baik sama semua orang terutama orangtua, mungkin doa baiknya yang akan balik ke kalian.

Ooo I'm not that good, I know it. Tapi setidaknya poin-poin itu yang aku pelajarin. Kemarin target lulus bulan Agustus, ga kesampean, udah pasrah Januari 2019 aja lulusnya tapi tau-tau bisa lulus bulan Oktober kemarin. Tiga bulan ga ngerjain sama sekali karena jujur buntu, ketawa doang liat temen-temen pada sidang periode Juni. Pertengahan Agustus (mulai lagi) ngerjain halaman awal bab 4 di cafe kafir kapitalis bersama teman-teman perskripsianku. Suatu siang setelahnya gatau kapan waktu lagi ngeshift, tiba-tiba ditelfon teman seperbimbingan, dicariin dosbing katanya. Tapi ternyata inti pembicaraannya, aku diminta sidang periode itu, gelombang 2. Nangis ditempat dong walopun ngumpet-ngumpet, dan temen kerja bilang mukaku sudah seperti kepiting, tapi bahagia, tapi panik karena itu artinya harus nyelesain semuanya cuma dalam hitungan minggu. Tanggal 2 September masih upload foto sama temen-temen di akun sebelah dan captionnya "Kapan kita lulus?". Tapi yaudah si yakin yakin aja bisa, dan bener bisa! Akhirnya 21 September aku sidang. Hari-hari dimana bisa tidur cuma 2 jam ini justru hari-hari paling menyenangkan, dengan segala kesibukan masih bisa sempet main gamau istirahat, ditambah temen-temen yang suportif sekalii bikin hari-hari sibuk ini makin menyenangkan.

Jadi tahun ini aku ditunjukin dengan kenyataan bahwa keajaiban itu ada, kalau kita percaya. Atau mungkin doa orangtua yang ga ada hentinya di masa-masa itu. Atau mungkin doa orangtua itu sendiri adalah keajaibannya. Both can be right.

Untuk yang tahun 2018 nya buruk, semoga semua itu jadi bekal buat kalian agar tahun depan bisa jadi tahun kalian berbahagia dan meraih mimpi.
Untuk yang tahun 2018 nya menyenangkan, semoga tahun depan kalian ngga lengah dan tetap berusaha memberikan yang terbaik.
Untuk yang tahun 2018 nya seperti Roller-Coaster; you know what to do.

2019 is another year to conquer, right?

Selamat berlibur!

Kamis, 20 Desember 2018

Yaudah,

Udah mau tahun baru, lebih baik kita memperbaiki diri menjadi the best version of ourselves.

Lagipula, langit tidak perlu mengatakan bahwa dirinya tinggi, kan?

Senin, 17 Desember 2018

"Because No one Else Listened Exactly Like You"

I always think that listening, discovering new music is relieving.

I don't know when this habit started, but sure it was long time ago. There were years that I decided not to update on any new music, because that was painful. Sticking to some old-old music that even now, Im still listening to. Songs to call home.

This year, I have nothing to heal myself than music. Got me a heartbreaking moment in the early year and sure my social media or the other way which could harm myself is not the answer to run away. Im tired of being publicly sad. And that is, my friend, the end of an era. I channel my emotions to music. Not by producing it, but listening.

I'm stacking my heart-broken playlist since forever and first compiled it in 2017. Who would have thought I need this the next year? The next thing I could remember is making playlists became routines until I get sensitive to it. Anyone could make playlist, anyone could listen to same certain songs, but the mimicking title, details, theme/mood, link? Oh no.

I specifically listen to music while driving (this is the best cure tbh) to keep the unnecessary thoughts away, while doing my essay which sometimes I spent the first two hours just to find the right playlist to get my brain worked until I magically finished it on September, on the days I couldn't sleep and I would listen to two albums of Stefano Torossi but still ended up sleep at 4am (which became my top 2nd artist on SpotifyWrapped 2018), when I looked for inspiration on NATIVE or when I worked on it, when I worked at cafe because they have some good-good playlists and Im loving it but still prefer to listen on my own-picked songs on the opening shift, on a road trip with family and me as a passenger, and the rest is when I'm tired with the collapsing world.

I found some best quotes on Nikicio's recent instagram post:

"Have you ever communicated in music?
Have you ever sent someone a song before?
Has someone ever sent you a song before?
If you answered yes to any of these, then we're on the same page of a beautiful book, We've learned that humans also speak in another language: music"

"..and maybe, humans are music. The way they walk. Our movements. The way our heart beats. Sometimes in sync. Sometimes in the same rhythm. Sometimes chaotically. And sometimes, at war with the mind. It is only natural that music is one of our languages, too. Humans speak in music."

Or in my simpler statement, music can explain the unspoken things. Sometimes it express our emotions better, and it could shows who you are.

Minggu, 09 Desember 2018

Dad

I swear I saw a glimpse of smile when I told him I secretly signed up a part-time job as a barista back then. That kind of annoyed but proud. I felt very content. Back then in 2016 he tried a little hard to make me interest in this work field, and sure he did.

Sometimes the quality talk between us happened when we were sharing our playlist. I introduced Sufjan Stevens & Amy Winehouse during some road trips, and he suggested me Rob Stewart & Shirley Bassey in return. The rest is talking about coffee and so many do-it-yourself projects, either his or mine. Clearly the best way to spend time with him.

Some morning ago, when the sun shine and not a single cloud appeared in the sky, when I finally have my time to wake up early and didn't mind my own things, I caught my dad with his almost-full gray hair staring at the window, in a sullen silence. The feeling of we were so close at distance but I can do nothing to help. My heart immediately broke.

You know the saying, when you are busy growing up, your parents are busy growing old too.

Love them fully while we still have the chance.